Menavigasi Tantangan dan Peluang Transisi Energi Pasca Pemilu 2024
Jakarta, 27 Februari 2024. Indonesian Parliamentary Center mengadakan Kegiatan workshop menavigasi tantangan dan peluang transisi energi pasca pemilu 2024, adapun workshop ini melibatkan beberapa stakeholder masyarakat sipil dan Ketua komisi VII DPR RI Sugeng Suprawoto. Ketua Komisi VII DPR RI didalamnya ada poin-poin yang disampaikan yaitu yakni perkembangan dari pembahasan RUU EBET dan pembahasan Transisi energi berkeadilan.
Selain itu di poin penjelasannya kedepan Pemerintah akan menggagas salah satu model bisnis yang sedang dipertimbangkan adalah Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Model bisnis ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan produksi migas dengan menangkap karbon dioksida (CO2) dan menyimpannya di dalam reservoir bawah tanah atau memanfaatkannya untuk keperluan lain. Dengan menerapkan CCS dan CCUS, diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan dari industri migas serta meningkatkan keberlanjutan sektor ini.
Komisi VII DPR RI saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas bahwa untuk mendukung peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas) dengan memperhatikan aspek keberlanjutan. Sugeng Suparwoto juga menjelaskan bahwa Komisi VII terbuka dengan berbagai masukan, terutama soal Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) yang kemungkinan besar akan disahkan dalam beberapa kali sidang. “Kami terbuka dan koalisi ini bisa hearing di gedung DPR RI”, tegas Sugeng.
Arif Adiputro, Koordinator Divisi Perwakilan Parlemen, Indonesian Parliamentary Center, menegaskan bahwa masyarakat sipil membutuhkan wadah informasi arah dan tujuan kebijakan energi baik di parlemen maupun di pemerintahan. IPC bersama rekan-rekan CSO lain telah bersepakat untuk tidak memasukan konsep energi baru seperti gasifikasi batubara, nuklir dan termasuk co-firing dalam proses legislasi RUU EBET. Karena hal tersebut menghambat proses transisi energi yang sebenarnya. Untuk itu kami sering menyuarakan terus menerus agar DPR dan Pemerintah mengeluarkan unsur energi baru di RUU EBET.
Pengurangan emisi dari sektor energi atau transisi energi menuju energi bersih merupakan suatu keharusan yang mendesak bagi Indonesia. Saat ini, arah navigasi yang diambil masih belum jelas, dengan masih bergantung pada penggunaan batubara, cofiring, dan bioenergi yang berkontribusi pada deforestasi. Hal ini memicu kekhawatiran atas ketidakpastian mengenai upaya pengurangan emisi dan dampak negatif terhadap lingkungan.
Penggunaan energi fosil, terutama batu bara, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi dan berkontribusi pada perubahan iklim. Deforestasi akibat bioenergi juga menjadi masalah serius. Pemerintah terlihat ragu-ragu dalam meninggalkan energi fosil. Rencana revisi target bauran energi terbarukan dan penggunaan batubara dan co-firing menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya berkomitmen pada transisi energi.
Pemerintah harus fokus pada kebijakan yang mendukung transisi energi dan tidak merugikan lingkungan. Arah navigasi transisi energi harus jelas dan terukur, dengan target yang ambisius namun realistis. Pemerintah harus berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menghentikan penggunaan batu bara dan co-firing, serta mendorong pengembangan dan penggunaan energi terbarukan yang berkelanjutan. Akses energi yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat juga harus dijamin.
Masyarakat sipil harus terus mengawasi dan mendorong pemerintah untuk berkomitmen pada transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Transisi energi adalah tanggung jawab bersama untuk mencapai masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Kemudian setelah pemaparan diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Lalu di lanjutkan dengan penyampaian Rencana Tindak Lanjut (RTL).