Catatan Kritis Atas Refleksi Masa Kerja Dua Tahun Wakil Rakyat
Oleh: Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia
Dua tahun masa bakti wakil rakyat baik di pusat maupun di daerah masih memperlihatkan potret buram yang memiriskan bagi publik. Bukan hanya karena kepercayaan publik yang kian terpuruk, namun karena prilaku tidak terpuji yang terus dipertontonkan kepada publik, mulai dari korupsi, narkoba, judi, penipuan, selingkuh, asusila sampai dengan kekerasan rumah tangga.
Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MD3 yang menjadi kitab DPR dan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah Daerah seolah tidak mampu membangun DPR dan DPRD sebagai lembaga yang berintegritas. Parlemen moderen yang menjadi cita-cita bersama dan sudah sering dikampanyekan sepertinya masih jauh dari harapan.
Berdasarkan Pasal 119 ayat (1 dan 2) UU MD3 pembentukan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) DPR dan Badan Kehormatan (BK) DPRD yang diatur berdasarkan PP 16 tahun 2010. Kedua instistui ini dibentuk dalam rangka untuk menjaga moralitas para wakil rakyat sehingga kepercayaan publik kembali terjaga. Lembaga inilah secara permanen bertugas menjaga dan mengawal pelaksanaan kode etik opara wakil rakyat yang sudah disekati bersama. Meski demikian, faktanya hingga sekarang ini juga belum membuahkan hasil yang berarti. Bahkan dalam banyak hal seolah menjadi dangen politik. Tengoklah bagaimana kasus Setyo Novanto yang justru menjadi alat pembenar. MKD tak ubahnya jeruk makan jeruk.
Berikut ini cacatan kritis kritis KOPEL atas evaluasi masa bakti dua tahun para wakil rakyat hasil pemilu tanggal 9 april 2014 lalu. Harapannya, cacatan kritis ini bisa dijadikan bahan diskusi, masukan atas penyebab atas merosotnya prilaku wakil rakyat sekarang ini.
Sesuatu yang ironi sebenarnya, setiap saat publik mengeluhkan bahkan sampai menghujat dengan prilaku wakil rakyat tetap yang dianggap busuk. Namun tetapnya selalu terulang. Apa yang salah sebenarnya ? apakah karena moralitas individu yang rendah, atau karena lemahnya sistem pengendalian internal parlemen. Atau justru karena berhubungan dengan pemilu yang terlalu longgar dalam seleksi kandidat?
A. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
Bulan Oktober 2015 lalu telah berlangsung dengan sukses Konfrensi Parlemen Anti Korupsi Dunia atau Global Organization of Parlementarians Against Corruption (GOPAC). Seharusnya ini disambut baik oleh public sebagai angin segar upaya pembenahan internal bagi institusi parlemen yang lebih berintegritas. Apalagi yang terpilih menjadi presiden saat itu dari Indonesia yang juga sehari-harinya selaku Wakil Ketua DPRRI Fadli Zon. Namun apa lacur, forum bergensi yang dihadiri beberapa Negara tersebut sepertinya tidak mampu menahan hasrat para wakil rakyat di senayan. Sebaliknya rentetan kasus korupsi malah semakin terungkap, terakhir adalah I Putu Sudiartana (Demokrat) yang tertangkap tangan KPK kasus suap proyek di pulau Sumatra. Dan yang lebih fatal justru Presiden terpilih Fadlizon malah dilaporkan ke Mahkamah Dewan Kehormatan (MKD) karena kasus nota dinas untuk penjemputan anaknya di luar negeri.
1. OTT Kasus Suap Mendominasi di DPR
Selama dua tahun masa bakti DPRRI ternyata sudah 8 (delapan) anggota DPR yang diproses hukum. Dari 8 (delapan) kasus tersebut, 6 (enam) di antaranya merupakan kasus suap, 4 (empat) orang adalah hasil OTT langsung oleh KPK, sedangkan tiga merupakan hasil pengembangan. Sedangkan 1 (satu) lagi kasus adalah Kekerasan terhadap perempuan (Penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga).
Selain yang diproses hukum, juga terdapat 3 (tiga) anggota yang diadukan ke MKD. Mereka diadukan umumnya karena dianggap telah melakukan perbuatan melanggar norma-norma dan etik sebagai wakil rakyat.
Berikut ini nama-nama anggota DPR yang terjerat kasus suap serta yang diadukan ke MKD.
Tabel 1. Nama Anggota DPR Yang Terlibat Kasus Hukum dan Pidana Lainnya
No | Nama | Partai | Kasus |
1 |
Damayanti Wisnu Putranti | Anggota DPRRI/Komisi V/ F PDIP | OTT Kasus Suap pengamanan proyek jalan di Maluku. Proyek ini dianggarkan melalui Kenterian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) |
2 |
Adriansyah. | Anggota DPRRI /Komisi IV/F PDIP | OTT Suap di Bali |
3 |
Dewie Yasin Limpo | Anggota DPRRI/Komisi VII/Hanura | OTT Kasus suap SGD 177.700 atau Rp 1,7 miliar untuk meloloskan proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) Kabupaten Deiyai, Papua mendapatkan anggaran dari APBN 2016 dan dicairkan melalui Kementerian ESDM |
4 |
Patrice Rio Capella | Fraksi Nasdem | kasus dugaan suap penanganan perkara bansos Sumatera Utara, |
5 |
A.Taufan Tiro | Komisi V/F Pan | Dugaan suap proyek jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) di Maluku. |
6 |
Budi Suprianto | Komisi V/ Golkar | Dugaan suap proyek jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) di Maluku |
7 |
I Putu Sudiartana | anggota Komisi III DPR F Demokrat | Kasus suap proyek pembangunan jalan di Sumatera OTT Barat. |
8 |
Fanny Syafriansyah atau Ivan Haz | F PPP | Kasus Pembantu Rumah Tangga dan Narkoba |
9 |
Setya Novanto | Fraksi Golkar | Diproses di MKD Penyalahgunaan wewenang dan Papa minta saham (fee saham Freeport) |
10 |
Fahri Hamzah | F PKS | Sempat diadukan ke MKD dengan tuduhan Penyalahgunaan wewenang |
11 |
Fadly Zon | Gerindra | Sempat diadukan ke MKD dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkian Nota dinas untuk fasilitas keluarga |
Sumber data diolah Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, 2016 |
B. Potret Dua Tahun Kinerja DPRD
1. Kasus Korupsi
KPK bukan saja melakukan OTT terhadap anggota DPR RI namun juga banyak melakukan OTT di daerah yang melibatkan DPRD. Masih bila dibanding jumlah kasusnya masih lebih banyak ditangani Kepolisian dan Kejaksaan.
1.1. Peringkat Korupsi Berdasarkan Latar Belakang Partai Politik
Dari catatan KOPEL, Partai politik yang paling banyak kadernya terseret masalah dugaan kasus korupsi adalah Partai Golkar sebanyak 23 kasus, disusul Partai Demokrat 15 kasus. PDI Perjuangan 13 kasus dan 2 kasus dari partai Aceh. Dan mereka yang diduga terduka terlibat kasus korupsi adalah yang selama ini menduduki posisi strategis di partai politik.
Grafik 1. Peringkat Korupsi Berdasarkan Latar Belakang Partai Politik
Sementara itu bila dipilah berdasarkan daerah maka akan kelihatan provinsi yang paling banyak anggota DPRDnya yang bermasalah hukum yakni anggota DPRD Papua Barat. Sedangkan berdasarkan kabupaten yang terbanyak adalah Kab. Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan.
Grafik 2. Peringkat Korupsi Berdasarkan Provinsi
Grafik 3. Peringkat Korupsi Berdasarkan Kab/Kota
1.2. Korupsi Berdasarkan Riwayat Kasus
Grafik 4. Korupsi Berdasarkan Riwayat Kasus
Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan kasus yang menyeret para wakil rakyat sekarang ini dominan adalah kasus lama sebanyak 65 kasus. Dan ada 33 kasus yang diungkap dalam masa tugasnya sebagai DPRD periode sekarang.
Dari grafik ini menunjukkan sesungguhnya sejak awal sebelum mereka masuk menjadi calon legislatif sudah bermasalah hukum. Namun karena lemahnya regulasi pemilu sehingga yang bersangkutan tetap lolos menjadi calon kembali. Para wakil rakyat ini malah ditemukan ada yang terlibat lebih dari satu kasus korupsi. Begitupula jenis kasus korupasinya bermacam-macam mulai dari intervensi pengadaan barang, pengerjaan proyek bahkan ada nota makan di restoran,
Saat pemilu april 2014 lalu, KOPEL sudah melakukan kegiatan tracking caleg dan menempatkannya sebagai caleg cumi yang harus didelet oleh KPU namun karena alasan praduga tak bersalah akhirnya tetap diloloskan.
2. Kasus Narkoba
2.1. Peringkat Kasus Narkoba Berdasarkan Latar Belakang Partai Politik
Berbeda dengan kasus korupsi yang banyak menyeret kader Golkar, untuk kasus narkoba atau jenis obat terlarang lainnya terbanyak berasal dari kader partai PDIP disusul partai Golkar, PKB, HANURA, Gerindra dan Demokrat.
Grafik 5. Peringkat Kasus Narkoba Berdasarkan Latar Belakang Partai Politik
Sementara jika diklaster berdasarkan daerah yang anggota DPRDnya diduga terlibat kasus narkoba atau jenis obat terlarang lainnya maka yang paling tinggi adalah Kabupaten Kab. kabupaten Kepulauan Sula, disusul Kab. Tanggamus.
Provinsi NTT, Sulawesi Barat dan Gorontalo juga masing-masing satu orang.
Grafik 6. Peringkat Kasus Narkoba Berdasarkan Daerah
3. Kasus Judi
3.1 Peringkat Kasus Judi Berdasarkan Latar Belakang Partai
Berdasarkan hasil penelusuran KOPEL peringkat kader partai diduga terlibat dalam kasus judi yang paling banyak adalah partai HANURA dan PKB disusul PDIP. Yang menarik dari kasus judi ada merupakan judi kartu remi.
Grafik 7. Peringkat Kasus Judi Berdasarkan Latar Belakang Partai
Sementara modus judi berdasarkan daerah asal, dari DPRD Kabupaten Cirebon terdapat 4 orang disusul 1 DPRD Kab. Indragiri Hulu.
Grafik 8. Kasus Judi Berdasarkan Kabupaten Kota
4. Kasus Penipuan
4.1 Kasus Penipuan Berdasarkan Latar Belakang Partai Politik
Dari delapan diduga terlibat dalam kasus penipuan, yang paling tinggi berasal dari kader partai Gerindar disusul masing-masing 1 kasus dari kader partai PKB, PDIP dan Demokrat.
Grafik 9. Kasus penipuan berdasarkan latar belakang partai politik
Banyaknya anggota DPRD melakukan praktek penipuan karena melihat jabatan yang disandangya sekarang memiliki nilai yang ditawarkan kepublik misalnya berfungsi menjadi calo CPNS.
Grafik 9. Kasus Penipuan Berdasarkan Daerah
5. Kasus Perkelahian, KDRT, Selingkuh, Asusilah dan Pemalsuan Ijazah
Selain korupsi, narkoba dan perjudian di DPRD pun ditemukan kasus KDRT, selingkuh, asusila dan pemalsuan ijazah.
C. Kesimpulan dan rekomendasi
Seperti dijelaskan di atas, upaya membangun parlemen modern yang berintegritas sepertinya masih jauh dari harapan. Beberapa elemen yang sesungguhnya mendesak untuk segera dibenahi. Mulai dari system kepartaian, system pemilu yang harus lebih ketat mengatur aktor peserta pemilu, baik parpol maupun kandidatnya harus dipastikan benar-benar clear. Berdasarkan catatan KOPEL terungkap untuk DPR misalnya terungkap kandidat yang bermasalah hokum rupanya selama ini memang memiliki catatan hitam sebelum ikut pemilu. Begitu juga dengan DPRD, malah kebanyakan kasusnya sebenarnya adalah sebelum terpilih menjadi anggota DPRD Periode 2014-2019 sebanyak 65 kasus .
Seharusnya, mereka-mereka yang sejak awal sudah bermasalah hokum tersebut harusnya partainya mempertimbangkan untuk tidak dicalonkan lagi. Atau setidaknya dalam UU Pemilu diperketat syarat bagi bermasalah hokum tidak boleh masu menjadi caleg. Lembaga DPR harus diposisikan sebagai istitusi terhormat yang terjaga secara moralitas.
Sementara itu, secara internal manajemen di DPR juga UU MD3 nomor 17 tahun 2014 dan Kode Etiknya, termasuk UU 23 tahun 2014 tentang Pemda untuk mewujudkan parlemen yang berintegritas. Baik parlemen nasional maupun local. Berdasarkan data KOPEL di atas terungkap dalam masa bakti dua tahun ini, setidaknya sudah ada 8 kasus yang diproses melibatkan DPR dan 33 kasus untuk DPRD. Sepertinya, mendesak untuk didorong perbaikan mekanisme internal DPR dan DPRD yang benar benar menjadi untuk menjaga moralitas dan integritas institusi. Dalam bahasa sederhananya perlu ada upaya membangun system pengendalian internal lembaga.