Mengapa Pimpinan Alat Kelengkapan DPR Strategis?

[dropcap type=”circle” color=”#FFFFFF” background=”#000000″]K[/dropcap]
etua dan Wakil Ketua DPR (Pimpinan) dan Pimpinan Alat Kelengkapan lainnya selalu menarik untuk diperebutkan oleh partai-partai pemenang pemilu dari periode ke periode. Meski ada yang beranggapan bahwa  Pimpinan hanya bertugas teknis menyusun jadual sidang dan mengatur jalannya sidang. Tapi betulkah demikian?

Mari kita lihat sidang paripurna RUU Pilkada akhir bulan lalu. Agenda pembahasan RUU Pilkada diletakkan di akhir oleh Pimpinan DPR. Di saat sisa-sisa tenaga dan puncak kelelahan para anggota serta sebagian besar public yang terlelap RUU Pilkada disahkan. Walk out partai demokrat dari forum tersebut juga tak terlepas dari cara pemimpin sidang mengelola forum. Opsi yang ditawarkan partai demokrat, pilkada langsung dengan 10 perbaikan, tidak disebutkan dengan jelas oleh Priyo Budi Santoso, di depan sidang sehingga menjadi celah untuk walk out oleh partai demokrat.

Pada 2010 Marzuki Ali, ketua DPR pernah memboikot persidangan paripurna dengan cara menutup sidang secara sepihak. Padahal, anggota DPR peserta sidang mengehendaki setelah pembacaan Laporan Panitia Angket Century dilanjutkan dengan pembahasan. “Masalahnya tadi pagi ketika membuka sidang dan saya membacakan agendanya, tidak ada yang mengajukan perubahan,” jelas Marzuki kala itu.

Tugas Pimpinan DPR untuk berkoordinasi dalam menyusun agenda sidang dan jadual DPR tampaknya merupakan tugas administratif, tapi ia dapat menjadi tugas politis sesuai konteks kepentingan politik yang sedang berkembang. Pimpinan DPR yang juga merangkap Pimpinan Badan Musyarawa dapat menjadualkan satu agenda atau tidak sama sekali sesuai kesepakatan fraksi-fraksi yang jumlahnya  56 dalam Bamus.

[message_box title=”Peran Strategis Pimpinan DPR dan Badan Musyawarah” color=”red”]

[list type=”check”]

  • Memimpin sidang DPR
  • Menyusun jadual dan agenda sidang DPR
  • Melaksanakan putusan sanksi dan rehabilitasi anggota DPR
  • Menyusun rencana kerja dan anggaran DPR
  • Membentuk panel sidang kode etik
  • Membentuk tim untuk tujuan tertentu setelah konsultasi dengan fraksi
  • Menetapkan pembentukan kaukus
  • Mengadakan pembagian tugas pada masa reses
  • Mengusulkan kepada rapat paripurna DPR mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan  mitra  kerja komisi
  • Menentukan jangka waktu pembahasan satu RUU

[/list]

[/message_box]

Paripurna pengesahan MD3  misalnya, awalnya dijadualkan pada 10 Juli 2014. Sehari setelah pemilu. Tapi, agenda tersebut dimajukan oleh Pimpinan DPR. Paripurna pengesahan MD3 dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Sehari sebelum pemilu presiden. Tentu hasilnya akan berbeda jika UU MD3 diagendakan pengesahannya di awal tahun atau sehari setelah pemilu.

Agenda-agenda DPR merupakan agenda-agenda pembahasan rancangan kebijakan. Dalam rapat-rapat Bamus, bisa saja agenda-agenda strategis untuk perbaikan pemerintah dan kesejahteraan rakyat tidak diperhatikan. Sehingga agenda tersebut berjalan dengan lambat. Misalnya, Revisi UU Migas seharusnya bersifat mendesak, karena pembubaran Badan Pelaksana Migas oleh Mahkamah Konstitusi dan kasus korupsi Rudi Rubiandini pada lembaga pengganti BP Migas, Satuan Kerja Khusus Migas. Tapi draft Revisi UU Migas mangkrak hingga tiga tahun karena agenda pembahasannya tersendat.

Kebijakan-kebijakan andalan pemerintah yang tertuang dalam rencana legislasi dan RAPBN juga dapat diganjal melalui mekanisme penjadualan oleh Bamus ini. Pemerintah yang sedang berkuasa dapat dengan leluasa menyusun agenda kebijakannya jika Pimpinan DPR sekaligus Pimpinan Bamusnya berasal dari partai atau koalisi partai pendukung pemerintah. Di sisi yang lain, potensi pengganjalan juga terjadi jika kondisinya terbalik.

Di samping itu semua, laporan singkat dari pelaksanaan satu persidangan, baik paripurna maupun sidang alat kelengkapan lainnya harus ditandatangani oleh pemimpin sidang paripurna dan sidang alat kelengkapan. Di tengan buruknya mekanisme kontrol administrasi dari para anggota DPR lainnya hal ini berpotensi menjadi celah bagi penandatangan lapsing untuk sedikit merubah kesepakatan. Apa susahnya mengganti kata “kalah” dengan “salah” atau “benar” dengan “tenar”.[]

*Ahmad Hanafi, pegiat IPC

Share your thoughts