Koalisi Masyarakat Sipil Desak Batalkan Pengesahan RUU MD3

Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil meminta kepada Pansus Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk  menunda pengesahan RUU tersebut (06/08). Koalisi menilai terdapat pasal yang menghendaki adanya izin dari presiden dalam pemeriksaan anggota DPR. Pasal ini berpotensi untuk menghambat proses peyidikan dan penyelidikan oleh penegak hukum. Bahkan penghilangan barang bukti. “Ada perlindungan yang luar biasa terhadap anggota DPR yang sedang menjalani proses hukum” ungkap Donald Fariz, aktifis Indonesian Corruption Watch. Donald menilai hal ini merupakan kemunduran dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dana aspirasi jadi sorotan berikutnya. Ada pergeseran gagasan. Awalnya, hak untuk mengajukan dana aspirasi di daerah pemilihan dalam draft RUU yang baru berbentuk hak untuk mengajukan program. Tapi belakangan usulan ini bergeser. Anggota DPR punya hak untuk memperoleh sejumlah alokasi dana untuk kegiatan di dapil. “Ini menggeser peran DPR menjadi pemerintah. Berpotensi korupsi. Sementara tidak ada mekanisme implementasi dan pertanggungjawaban yang jelas. Jika nanti implementasinya diatur dengan peraturan pemerintah, masakan anggota legislatif bertanggungjawab ke eksekutif. Bagaimana nanti dengan pelaksanaan fungsi pengawasannya” jelas Roy Salam dari Indonesia Budget Center.

Agenda-agenda untuk perbaikan perempuan juga tampaknya akan memperoleh porsi yang sedikit jika RUU ini disahkan. Sejumlah pasal yang mendorong keterwakilan perempuan dalam pimpinan alat kelengkapan dihapuskan oleh Pansus. “Ini semakin mempersempit ruang gerak dan peran perempuan dalam posisi strategis di parlemen” jelas Ibeth Koesrini dari Komite Indonesia untuk Demokrasi (KID).

Tiga isu di atas merupakan ganjalan yang perlu segera diselesaikan oleh Pansus. Jangan sampi RUU ini tidak berkontribusi pada perbaikan kinerja parlemen. Tapi malah berpotensi menimbulkan prilaku koruptif. “Jika DPR merasa kehormatannya terganggu dengan penggeledahan oleh KPK, maka DPR sendiri yang harus menjauhi dari kegiatan melanggar hukum” tutup Ronald Rofiandri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.[AH]

 

Share your thoughts