Revisi UU Migas; Butuh Transparansi & Taat Fungsi AKD

sumber photo: mlawpc.com

Jakarta, ipc.or.id – Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi, mengatakan pembahasan revisi UU Migas harus lebih transparan, agar semua kalangan dapat memahami apa sebenarnya persoalan utama yang menyebabkan lambannya pembahasan revisi UU Migas ini. Menurutnya, mengacu pada situs resmi DPR RI, sepanjang tahun 2017 hanya ada enam kali rapat pembahasan revisi RUU Migas ini. Dari enam rapat tersebut, hanya ada laporan singkat. “Kami berharap risalah rapatnya juga dapat disediakan di web DPR,” katanya.

Hanafi menjelaskan dari risalah ini, masyarakat dapat memetakan posisi para pihak terhadap issue sektoral pada revisi UU Migas ini. Misalnya, kata dia, bagaimana sikap Pertamina, Petroleum Association, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan, dan lain-lain, terhadap Badan Usaha Khusus (BUK) yang ada dalam rancangan UU Migas saat ini. Hasil pemetaan ini, menurutnya, dapat mengurai masalah yang menyebabkan lambannya revisi ini.

Fungsi Baleg

Hanafi juga mengkritisi fungsi Badan Legislasi DPR RI (Baleg) sebagai salah satu AKD (Alat Kelengkapan Dewan) dalam pembahasan revisi UU Migas ini. “Seharusnya Baleg fokus pada harmonisasi antar regulasi saja. Memastikan apakah ada pertentangan dengan UUD dan dengan UU lainnya. Sementara substansinya diserahkan pada Komisi VII,” ujarnya.  Dirinya menegaskan bukan wilayah Baleg, untuk menentukan apakah kita memakani sistem dua atau tiga kaki, memakai sistem gross split atau cost recovery, holding atau merger, dan sebagainya. “Itu semua wilayah Komisi VII. Kalau Baleg, ikut membahas substansinya lagi, akan memperlambat proses revisi UU ini dan melampaui kewenangan mereka,” pungkas Hanafi.

(abn)

Share your thoughts