Revisi UU Migas Harus Perkuat Pertamina

sumber photo: eksplorasi.id

Jakarta, ipc.or.id – Revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mendesak dilakukan untuk memperjelas tata kelola,  memberikan kepastian iklim investasi, dan memperjelas posisi national oil company (Pertamina) untuk menjaga kepentingan nasional. Semua ini diperlukan untuk mencapai tujuan besar pengelolaan sumber daya alam, yaitu memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini terungkap dalam Diskusi  Tata Kelola Migas di Berbagai Negara dan Penerapannya di Indonesia, yang diselenggarakan Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jakarta, Senin (15/1/2018).

Mengenai posisi Pertamina, Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi, mengatakan, UU Migas ini, perlu memberikan tiga hak utama bagi Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional. Pertama, hak utama dalam penawaran wilayah kerja baru (call option). Kedua, hak utama dalam participating interest. Ketiga, hak utama dalam mengelola wilayah kerja yang berakhir masa KKS-nya.

“UU Migas kita saat ini terlalu liberal karena Pertamina diperlakukan sama seperti perusahaan-perusahaan lain yang kapasitasnya sudah besar. Ini tentu berat bagi Pertamina,” kata Fahmy Radhi, yang juga Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Sementara itu, peneliti National Resource Governance Institute (NRGI), Patrick Heller menambahkan UU Migas hasil revisi nanti perlu memperhatikan empat sasaran prioritas, yaitu meningkatkan investasi, meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pengawasan, menguatkan national oil company dan memperbaiki pengelolaan risiko keuangan. Menurutnya, salah satu aspek dalam pembahasan risiko keuangan dalam tata kelola migas adalah pilihan gross split atau cost recovery. “Bagi investor, sistem cost recovery lebih aman, dan mengurangi potensi risiko, sebab pemerintah ikut berkontribusi. Tapi apapun pilihan itu, ada plus-minusnya, bagi investor dan pemerintah,” ujarmya.

Revisi UU Migas sendiri saat ini dalam proses harmonisasi di DPR RI. Menurut sejumlah Tenaga Ahli Anggota Komisi VII DPR RI dan Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR RI, lambannya revisi UU Migas karena alotnya pembahasan tentang Badan Usaha Khusus (BUK) dalam UU tersebut. Rencananya, rapat harmonisasi RUU Migas akan dilaksanakan kembali pada Rabu (24/1/2018).

(abn)

Share your thoughts