Review Aktivasi Brand DPR 2017
Sepanjang 2017, DPR RI melaksanakan sejumlah program untuk membangun relasi dengan masyarakat, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan citra DPR RI di tengah kegaduhan politik oleh Anggota DPR. Meminjam istilah dunia pemasaran, hal ini disebut dengan “aktivasi brand.” Bedanya, aktivasi brand pada lembaga bisnis, biasanya diamini dan dilaksanakan oleh seluruh komponen lembaga. Lalu diikuti dengan audit persepsi publik.
Jika dianalogikan dengan DPR, maka seluruh komponen yang ada di DPR: Anggota DPR, Fraksi, Alat Kelengkapan Dewan, Sekretariat Jenderal DPR, Badan Kehormatan dan komponen lainnya menyuarakan hal yang sama tentang peran dan fungsi DPR. Di sisi yang lain, ada pembagian peran: Anggota DPR berperan aktif untuk meningkatkan kualitas representasi. Sementara sistem pendukung meningkatkan kualitas pelayanannya. Aktivasi branding tanpa sinergi antar pihak maka potensi kegagalannya tinggi.
Berdasarkan pemantauan Indonesian Parliamentary Center setidaknya ada tiga jenis aktivasi brand DPR RI. Pertama, pengenalan dan edukasi. Pada tahun 2017, DPR menerima 152 kunjungan studi dari sekolah dan perguruan tinggi. DPR juga menyelenggarakan Parlemen Remaja yang diikuti oleh siswa dan mahasiswa perwakilan seluruh provinsi, pada September dan Agustus 2017. Setiap tahun, DPR juga membuka program magang untuk mahasiswa. Pada November 2017, DPR mengadakan Pameran Humas Layanan Publik Expo 2017 di Palembang.
Kedua, penerimaan aspirasi dan pengaduan. Hal ini dilakukan melalui empat sarana: sms, online (website), surat, dan datang langsung. Selain itu, pengaduan juga dapat disampaikan kepada anggota DPR melalui “Buku Tamu” pada website DPR. Pada tahun sidang 2016-2017, DPR menerima 6.320 aduan. Tiga Komisi yang paling banyak menerima pengaduan adalah Komisi III (hukum, HAM, dan keamanan) yang menerima 3.678 aduan; Komisi II (Dalam Negeri, Sekretariat Negara, dan Pemilu) yang menerima 1.150; dan Komisi XI (kesehatan dan ketenagakerjaan) yang menerima 413 aduan.
Ketiga, keterbukaan informasi, melalui pelayanan informasi dan publikasi secara pro-aktif. Laporan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi melaporkan pada tahun 2016 terdapat 880 permohonan informasi. Sementara pelayanan secara pro-aktif dilakukan melalui situs (Oktober 2017 = 687 ribu pengunjung, Laporan Analisa Situs, Similiarweb.com), TV Parlemen, Radio Parlemen, majalah Parlementaria, advertorial, dan media sosial. DPR memiliki twitter dengan 121.326 follower, Instagram dengan 132.623 follower, facebook dengan 163,585 follower, dan youtube dengan 1.341 suscriber (Data per 21 November 2017).
Pada tahun 2017 ini, publikasi laporan singkat di Komisi-Komisi, mengalami peningkatan signifikan. Pada Desember 2016, total lapsing yang dipublikan seluruh Komisi, hanya 183 dokumen. Pada Oktober 2017, total lapsing yang dipublikasikan berjumlah 5.171 dokumen. Untuk mendorong peningkatan publikasi, pelayanan informasi, dan penataan kearsipan, pada November 2017, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) DPR RI juga menyelenggarakan pemeringkatan pada seluruh unit kerja di Sekretariat Jenderal DPR RI.
Upaya setjend DPR mengaktivasi brand DPR pada tiga aspek ini, perlu diikuti oleh fraksi dan Anggota DPR RI dengan meningkatkan representasi. Ujung tombak pelaksanaan fungsi DPR adalah Anggota DPR dan fraksi.
Secara online dalam rangka pengenalan dan edukasi parlemen, serta keterbukaan informasi, situs DPR menyediakan menu khusus Anggota DPR. Didalamnya terdapat sub-menu profil lengkap, biografi singkat, daerah pemilihan, kegiatan, agenda, galeri photo, dokumen, buku tamu, kontak, media sosial, dan kalender kegiatan. Jika sub-menu tersebut diisi dan diperbaharui, maka situs ini akan menjadi situs parlemen terlengkap di dunia yang menyajikan informasi tentang personal anggota DPR.
Sayangnya, menu ini belum dikelola secara maksimal, sejak awal periode, 2014. Untuk “Kontak”, misalnya, dari 560 anggota DPR, hanya 32 orang yang mencantumkannya. Padahal ini informasi dasar. Di menu “Dokumen”, pun belum dimanfaatkan. Idealnya, para anggota DPR mempublikasikan laporan reses, laporan kunker, laporan rapat, laporan keuangan, dan pandangan-pandangannya. Secara teknis, tugas ini dapat dilakukan oleh tujuh staf anggota. Untuk edukasi, anggota dapat mensinergiskan program magang dan parlemen remaja bagi konstituen mereka. Informasi ini penting bagi publik untuk mereka berpartisipasi dan tentunya mendukung aktivasi brand DPR yang terbuka.
Untuk penerimaan aspirasi, selain mensinergiskan dengan setjen DPR RI, anggota dapat melakukan secara langsung melalui reses (empat sampai lima kali setiap tahun) dan kunjungan dapil (kundapil) di luar masa reses (enam kali dalam satu tahun). Dengan dukunagn anggaran yang besar, ada beragam aktivitas yang dapat dilakukan. Apalagi jika disinergiskan dengan seluruh anggota DPR RI/DPRD yang berada pada dapil tersebut.
Selain aktivasi brand melalui tiga kategori di atas, tantangan lain dalam membangun representasi adalah mendudukkan antara sikap Anggota DPR sebagai bagian dari partai dan Anggota DPR sebagai wakil rakyat. Kita masih ingat, pada Selasa, 21 Maret 2017, Ibu Patmi (48), dari pegunungan Kendeng, Jawa Tengah meninggal saat unjuk rasa di depan Istana. Selama sepekan, dia bersama 49 petani lainnya melakukan protes. Seharusnya wakil mereka di DPR bersuara. Karena masyarakat pegunungan Kendeng memiliki wakil di DPR berbasis kelembagaan (Komisi terkait di DPR), berbasis teritori (dapil), dan berbasis ideologis (kedekatan dengan partai tertentu). Representasi tiga lapis ini cukup kuat menjadi basis legitimasi DPR untuk meningkatkan kualitas representasi secara keseluruhan.
Harus diakui, bahwa kemajemukan konstituen menyebabkan partai tak dapat mengambil sikap yang memuaskan semua orang. Namun berbeda sikap, bukan berarti meninggalkan konstituen dan tidak melaksanakan fungsi representasi. Sikap dan fungsi partai adalah dua hal yang berbeda. Sekalipun sikap partai berseberangan dengan sikap satu komunitas warga, tetapi fungsi penyerapan aspirasi, penyuaraan aspirasi, dan pendidikan politik oleh Anggota DPRD tetap perlu dilakukan. Dalam konteks masyarakat pegunungan Kendeng, partai dan Anggota DPR dapat mengajarkan warga bagaimana proses pengajuan gugatan, bagaimana mengajukan permintaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dan lain-lain.
Fungsi penyerapan dan penyuaraan aspirasi ini ditunggu-tunggu komunitas lain yang mengalami terpaan masalah. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat, pada tahun 2017 ini, sedikitnya 125 masyarakat adat mengalami kriminalisasi. Kita juga melihat ada aksi Kamisan dari paguyuban korban pelanggaran HAM, yang pada tahun 2017 ini sudah berlangsung selama 10 tahun. Karena minimnya representasi, pada akhirnya mereka berjuang sendiri dan sebagian didampingi NGO (self appointed representation: Laura Montanaro, 2012).
Situasi di atas tentu bukan situasi yang diharapkan. Aktivasi branding yang dicanangkan oleh DPR selayaknya cerminan dari sikap terbuka, jujur dalam melaksanakan kinerja. Kami percaya, masih banyak tipe politisi idealist atau mission yang duduk di DPR. Mereka yang bekerja sepi dari hiruk pikuk sensasi, bekerja untuk konstituen, dan terus belajar untuk mejadi lebih baik. Kami percaya Anda, salah satunya.