IPC Dorong Penyederhanaan Sistem Kepartaian di DPR
Jakarta (26/04) – Indonesian Parliamentary Center mendorong penyederhanaan sistem kepartaian di parlemen untuk mendukung efektifitas kerja parlemen.Sistem kepartaian menggambarkan jumlah partai relevan/efektif di parlemen dan fragmentasi kepentingan. “Teorinya, semakin sedikit jumlah partai atau fragmentasi yang ada di parlemen, semakin efektif juga parlemen dalam bekerja. Tidak bertele-tele dalam mengambil keputusan karena fragmentasi kepentingannya tidak banyak” ungka Ahmad Hanafi, Peneliti IPC.
Hanafi menambahkan bahwa sebagaimana yang terjadi di Amerika dan Inggris, jumlah partai riil yang ada di masayarakat mencapai belasan atau puluhan. Akan tetapi, di dua negara tersebut sistem kepartaiannya disebut sistem dwipartai, sebab hanya dua partai masuk di parlemen, atau hanya dua partai yang paling menentukan pembuatan keputusan di parlemen.
Di DPR penyederhanaan tersebut dicapai melalui pemberian Parliamentary Threshold (ambang batas parlemen) sebesar 3,5 persen pada saat pemilu. Ambang batas tersebut sudah memberikan porsi untuk membentuk sistem kepartaian sederhana pada Pemilu 2014. “Akan tetap, penyederhanaan sistem kepartaian juga harus diikuti di alat kelengkapan lain. Misalnya Komisi. Sehingga distribusi anggota partai bisa lebih merata dan meminimalkan rangkap jabatan pada alat kelengkapan” jelas Hanafi.
Penyederhanaan sistem kepartaian ini bisa menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan parlemen yang ada sekarang ini. Misalnya, ketidakhadiran, keterlambatan dan pengulangan pembahasan dalam rapat-rapat DPR. “Singkatnya, DPR tidak lagi bertele-tele dalam mengambil kebijakan” pungkasnya. []