Factsheet Revisi UU ITE

Sebenarnya UU ini sejak landasan filosofisnya sudah bermasalah. Pembentuknya tidak jernih membedakan antara informasi dalam konteks kebebasan berbicara (freedom of speech) dan informasi dalam konteks perdagangan elektronik. Itu yang hingga kini tidak terpikirkan oleh pembentuk UU. Dengan kata lain, UU ini mengalami ketidakjelasan tujuan (Pelanggaran asas kejelasan tujuan).

Pada Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2022, Pemerintah mengajukan RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sendiri meminta kepolisian tidak asal menindak masyarakat yang mengkritik kinerja pemerintah. Jokowi khawatir tindakan polisi tersebut membuat indeks kebebasan berekspresi turun.[1] Faktanya, sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden memang terjadi penurunan kebebasan sipil.

Dalam Index Democracy 2020, Economist Intelligence Unit (EIU) menempatkan Indonesia pada posisi 64 (nilai 6,48) dengan status Negara dengan Demokrasi Catat. Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat. Dari 5 indikator penilaian, Indonesia mendapat nilai 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme, 7,14 untuk fungsi pemerintah, 6,11 untuk partisipasi politik, 5,63 untuk budaya politik demokrasi, dan 5,59 untuk kebebasan sipil. Untuk selengkapnya bisa klik link dibawah ini.

https://drive.google.com/file/d/1UylKCHkVK8EVoxc8Y-Xnl_HNiWBvUSj5/view?usp=sharing

Share your thoughts