Loading Events

« All Events

  • This event has passed.

FGD Potret Tata Kelola Migas di Negara Lain

January 15, 2018 @ 12:00 pm - 3:00 pm

 

Pendahuluan

Dalam dunia migas, dikenal dua jenis tata kelola, pertama, kebijakan dua kaki fungsi, dan kedua, kebijakan tiga kaki fungsi. Secara keseluruhan, ada tiga fungsi dalam hal tata kelola migas. Di antaranya: fungsi kebijakan, fungsi regulasi, dan fungsi bisnis. Pada kebijakan dua kaki, Negara menggabungkan fungsi regulasi dan bisnis. Negara penganut kebijakan dua kaki seperti ini antara lain Angola, Arab Saudi, Rusia, Venezuela, dan Malaysia. Sedangkan pada kebijakan tiga kaki, Negara memisahkan ketiga fungsi tersebut. Penganut system ini antara lain Brasil, Aljazair, Meksiko, Nigeria, Indonesia, dan Norwegia.

Pada 2011, Mark Thurber (Universitas Stanford) pernah melakukan sebuah studi terkait hubungan antara tata kelola industry migas serta kinerja sector hulu migas. Hal ini ia lakukan untuk melihat sejauh mana pemisahan tiga fungsi (kebijakan, regulasi dan bisnis) berpengaruh terhadap kinerja produksi migas di beberapa Negara eksportir minyak. Kesimpulan studi Thurber menunjukkan sedikit korelasi, di mana hanya ada dua negara, yakni Norwegia dan Brazil yang secara meyakinkan bahwa pemisahan tiga fungsi tersebut berkorelasi positif terhadap kinerja sector hulu migas. Sebaliknya, Arab Saudi dan Malaysia, yang tidak memisahkan ketiga fungsi, ternyata juga mempunyai kinerja sector hulu migas yang baik (Buletin IATMI).

Secara keseluruhan, hasil kajian Thurber dalam karyanya “Exporting the Norwegian Model: The Effect of Administrative Design on Oil Sector Performance (Energy Policy, 2011)” menunjukan bahwa lima Negara seperti Norwegia, Brasil, Arab Saudi, Angola, dan Malaysia merupakan negara-negara yang dianggap bagus kinerja hulunya meski mereka menggunakan model tata kelola migas yang berbeda. Pasalnya pemerintah mereka mendukung eksplorasi dan produksi migas. Baik secara financial maupun non-finansial, terlepas dari ada atau tidak adanya pemisahan ketiga fungsi; kebijakan, regulasi, dan bisnis (Kompas, 30/04/2013).

Di samping itu, berkaca dari pengalaman Norwegia, selain bagus kinerja hulunya, ia juga merupakan Negara dengan contoh pengelolaan dana hasil penjualan migas yang baik. Pada 1990, pemerintah Norwegia membentuk PFN (Petroleum Fund of Norway) yang kini berubah nama menjadi Government Pension Fund-Global. Pemerintah serta parlemen

Norwegia menyadari bahwa suatu saat penerimaan minyak dan gas bumi akan terus merosot seiring dengan semakin menipisnya cadangan migas, atau akibat fluktuasi harga minyak dan gas dunia. Pembentukan PFN merupakan antisipasi akan munculnya dampak negative tersebut.

Bila merujuk pada perbandingan pengelolaan migas di Norwegia, tentu kita masih tertinggal jauh. Tataran berpikir kita soal migas teramat pendek. Kita sebatas baru berpikir pragmatis bagaimana pasokan migas kita cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam beberapa tahun kedepan. Belum terlihat adanya upaya serius mencari inovasi energy alternative baru sebagai antisipasi krisis energi yang kian di depan mata.

Padahal, dengan struktur geografis yang kaya sumber energi, adalah sesuatu yang naïf bila akhirnya kita kekurangan sumber energi. Kondisi tersebut setidaknya menyiratkan adanya kesalahan dalam tatakelola migas kita. Secara sederhana hal ini terlihat dari tiadanya visi yang komperehensif yang terangkum dalam sebuah blue print tata kelola migas. Dan lainnya, terlihat dari rendahnya komitmen DPR untuk menyelesaikan revisi UU No. 22 Tahun 2001. Maka wajar, bila dibandingkan dengan perusahaan migas nasional di sejumlah negara, produksi Pertamina paling kecil. Saudi Aramco di Arab Saudi, yang terbesar, hampir 100 persen menyumbang produksi terhadap minyak nasional. Petronas pun menyumbang 60 persen dari total produksi minyak nasional Malaysia (kompas, 30/04/2013). Padahal, dibandingakan Malaysia, Indonesia tentu memiliki sumber daya alam lebih kaya.

Oleh karena itu, dengan melihat beragam masalah serta munculnya potensi krisis energi, maka perlu dibuat langkah-langkah strategis guna mendorong pemerintah untuk melakukan eksplorasi sumber cadangan baru dan dimulainya upaya pencarian sumber energy alternatif. Salah satu langkah tersebut yakni melalui sebuah Forum Group Discussion dengan melibatkan berbagai CSO, Pakar, TA DPR serta berbagai pemangku kepentingan.

 

Desain Kegiatan

Tujuan

FGD ini bertujuan untuk:

  • Mendalami pengetahuan mengenai pengalaman negara lain dalam melakukan tata kelola
  • Membangun pemahaman dan pendalaman mengenai berbagai aspek masalah dalam dinami kapen gelolaan
  • Merumuskan upaya-upaya strategis guna mendorong pengelolaan Migas yang transparan, akuntabel, serta

 

Hasil yang Diharapkan

  • Peserta memahami bagaimana negara lain melakukan tata kelola
  • Peserta mengetahui polarisasi masalah dalam dinamika pengelolaan
  • Adanya upaya strategis dari public dalam mendorong pengelolaan Migas yang transparan, akuntabel, serta

 

Peserta Kegiatan


Tenaga Ahli Fraksi dan Anggota
1.  Tenaga Ahli Fraksi PDIP

2.  Tenaga Ahli Fraksi Golkar

3.  Tenaga Ahli Fraksi Gerindra

4.  Tenaga Ahli Fraksi Partai Demokrat

5.  Tenaga Ahli Fraksi PAN

6.  Tenaga Ahli Fraksi PKB

7.  Tenaga Ahli Fraksi PPP

8.  Tenaga Ahli Fraksi PKS

9.  Tenaga Ahli Fraksi Hanura

10.Tenaga Ahli Fraksi Nasdem

11. Tenaga Ahli Badan Legislatif

12.Tenaga Ahli Komisi

13.NRGI

 

 Narasumber dan Fasilitator

  • Narasumber : Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada
  • Fasilitator : Indonesian Parliamentary Center

 

Waktu dan Tempat Kegiatan

Adapun waktu dan tempat kegiatan Focus Group Discussion TA “Potret Tata Kelola Migas di Negara Lain”, akan dilaksanakan pada:

Hari/Tanggal        : Senin, 15 Januari 2018

Waktu                   : 12.00 WIB – Selesai (diawali makan siang)

Tempat                 : Hotel Santika – Slipi

 

 

Details

Date:
January 15, 2018
Time:
12:00 pm - 3:00 pm

Venue

Hotel Santika
Slipi
Jakarta Pusat,
+ Google Map