VISI MISI (SEHARUSNYA) BUKAN BASA BASI

Sebagai upaya untuk menjadi pemilih rasional, mari kita awali kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ini dengan pertanyaan, “Apakah visi-misi capres-cawapres secara sungguh-sungguh bisa menjadi dasar pemilih atau sebatas basa-basi?” Mari kita lihat dulu apa saja visi-misi paslon 01 dan 02 pada Pemilu 2019, sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.


PASLON 01 PASLON 02
VISI

Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong-royong

VISI
Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur bermartabat, relijius, berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MISI

  1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia
  2. Struktur Ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing
  3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan
  4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan
  5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa
  6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermatrabat dan tepercaya
  7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pasa seluruh warga
  8. Pengelola pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya
  9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan
MISI

  1. Membangun perekonomian nasional yang adil, makmur, berwawasan lingkungan, melalui jalan politik ekonomi sesuai amanat konstitusi.
  2. Membangun masyarakat Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, dan unggul, dalam kehidupan yang aman dan terlindungi jaminan sosial.
  3. Membangun keadilan dan HAM, memberantas korupsi serta memperkuat persatuan bangsa melalui penegakan hukum, dan jalan demokrasi yang berkualitas
  4. Membangun sistem keselamatan, keamanan, dan pertahanan nasional, untuk menjaga keutuhan NKRI dan melindungi segenap warga Indonesia baik di dalam maupun luar negeri.
  5. Membangun kembali dan memperkuat nilai-nilai luhur kepribadian bangsa yang beradab, religius, dan dirahmati Tuhan Yang Maha Esa

Secara umum, dalam menyusun sebuah visi-misi, setidaknya ada lima rujukan yang menjadi dasar bagi capres-cawapres dan timnya, yaitu:

  1. Ideologi Negara
  2. Konstitusi (UUD 1945)
  3. UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025
  4. Ideologi, visi, misi partai politik
  5. Analisis atas kondisi umum Indonesia

IDEOLOGI NEGARA


Sumber pertama penyusunan sebuah visi adalah ideologi negara. Dalam konteks NKRI, maka secara normatif idelogi tersebut adalah Pancasila. Sejarah menunjukkan bahwa Pancasila tidaklah lahir dari pemikiran mendasar, dengan nilai dan aturan yang sistemik. Pancasila merupakan konsensus ideologi di antara para pendiri negara. Sebagai konsensus, maka dasar ontologinya adalah persatuan.

Tafsir terhadap berbagai sila dalam Pancasila, tidak bisa ditunggalkan. Kalangan Islam tertentu, misalnya, mengatakan Pancasila adalah Islam, sehingga apa-apa yang bertentangan dengan Islam, maka bertentangan dengan Pancasila. Contoh, LGBT, atheisme, zina, liberalisme, dll. Sebaliknya, pihak penganut paham liberalisme menyatakan bahwa Pancasila menjamin eksistensi dan kebebasan mereka, termasuk dalam  orientasi keyakinan, orientasi seksual, dan lain-lain melalui sila II Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang dimaknai sebagai humanisme.

Sebagian kalangan menafsirkan bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti tauhid sebagaimana diyakini umat Islam, tetapi bermakna sebagai menghadirkan sifat ketuhanan (esa = besar, eka = tunggal). Bahkan Soekarno sendiri sebenarnya secara tegas menyatakan komunisme tidak bertentangan dengan Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan tafsir Moh. Natsir yang menyatakan bahwa sila I adalah causa prima dari sila-sila berikutnya.

Sementara misi pertama dari delapan misi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, adalah Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Bagaimana pemerintah mewujudkannya? Setiap paslon mengangkat tema ini sebagai misinya. Paslon 01 menyebutkan dengan “kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa” Demikian pula dengan paslon 02 menyebutnya dengan “penguatan karakter dengan kepribadian yang luhur”. Di tengah perbedaan tafsir itu, sulit berharap paslon menunjukkan sikap yang jelas. Semua dibiarkan mengambang demi suara. Di situlah masalahnya.


KONSTITUSI (UUD 1945)


Dasar kedua dalam penyusunan visi-misi adalah konstitusi.  Di sini juga terjadi silang pendapat pada tafsir atas UUD itu sendiri, misalnya terkait Pasal 33 UUD 1945. Soepomo menyatakan :[1] “…the private sectors may be involved only in non-startegic sectors-that do not effect the lives of most people…if the state does not control the strategic sectors, they will fall under the control of private-individuals and the people will be oppressed by them” Pandangan Soepomo ini, memandang bahwa faktor-faktor produksi yang dimaksud di dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat melibatkan peran dari perusahaan swasta perorangan. Perusahaan tersebut harus melalui pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).[2]

Namun demikian, berbeda dengan pandangan Soepomo, Muhammad Hatta sebagai arsitek Pasal 33 menyatakan sebagai berikut terhadap penafsiran hak menguasai negara:[3] “…. paragraphs two and three of Article 33 deal with state control over the strategic sectors. Nevertheless, it does not necessarily mean that the state itself should be an operator or provider of goods or services. More precisely, state control means state regulation of economic activities, particular)/ to prevent the exploitation of those who are ecomomically weak by those weak by those who are economically strong…

Lebih lanjut, Muhammad Hatta menyatakan:[4]’ “ the government should build public infrastructure such as electricity, water supply, sewage system, public transportation, and other utilities that effect the livehood of the most people or what we call “public utilities”. All these are the responsibility of the governmet

Mahkamah Konstitusi menilai bahwa tafsir yang benar adalah apa yang disampaikan oleh Moh. Hatta, bahwa negara tidak harus menjadi pengelola, makna dikuasai oleh negara mencakup kekuasaan untuk mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad), mengelola (beheersdaad), dan mengawasi (toezichthoudensdaad) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan/atau menguasai hajat hidup orang banyak untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[5] Tafsir MK tersebut menempatkan ekonomi Pancasila lebih dekat pada kapitalisme (Lihat putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Judicial Review UU No. 7 Tahun 2004, UU No. 22 Tahun 2001, dan UU No. 20 Tahun 2021)

Dalam misinya, paslon 02 menyebutkan akan membangun perekonomian nasional yang adil, makmur, berwawasan lingkungan melalui jalan politik ekonomi sesuai amanat konstitusi. Pada program akselerasi kemandirian dan kedaulatan energi paslon 01 disebutkan mengembalikan tata kelola migas, sesuai amanat konstitusi, terutama Pasal 33 UUD 1945. Jika hanya demikian, maka, model pengelolaan SDA yang ada selama ini, tidak bertentangan dengan konstitusi. Sementara misi 01, tidak menyebutkan secara khusus mengenai model ekonomi yang akan dibangun. Wajar, jika kecil harapan untuk pembenahan pengelolaan SDA, dari para capres-cawapres saat ini, karena tidak ada koreksi yang bersifat mendasar.

Sebagai catatan, ada lima Negara asing yang saat ini menikmati penguasaan sumber daya alam di Indonesia, yaitu: 1. Amerika Serikat (Freeport McMoran, Newmont, Chevron, dan ConocoPhilips, dan Exxon Mobile. 2. China (Heng Fung Mining Indonesia dan Petro China). 3. Inggris (British Petroleum). 4. Prancis (Total E&P Indonesie dan Eramet). 5. Kanada (Canadian International Development Agency – CIDA, Sheritt International dan Vale)

Selain itu, ada sejumlah perusahaan nasional yang dikuasai elit politik Indonesia. Mereka berada di balik penguasaan SDA khususnya batubara. Dengan pertumbuhan yang cepat dalam 20 tahun terakhir, sektor batu bara telah menjadi salah satu sumber utama pendanaan politik di Indonesia, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pemain kunci di industri batu bara memainkan peranan penting dalam pemilihan presiden 2019, baik di tim kampanye Joko Widodo – Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Para calon dan tim inti kampanye berbisnis dan terkait dengan sektor batu bara.


UU RPJPN


Visi-misi capres akan menjadi rujukan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) capres terpilih. Sebagai RPJMN, maka ia harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pertanyaannya, apakah RPJPN 2005 – 2025 dapat menjadi panduan bagi perjalanan negara Indonesia dalam 25 tahun (specific, measurable, attainable, realistic, and time bound).  Dalam RPJPN 2005 – 2025, visi pembangunan nasional adalah mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Artinya, di tahun 2025 seharusnya Indonesia telah menjadi negara yang mandiri, maju, adil, dan makmur.

Dalam RPJPN empat istilah tersebut didefinisikan sebagai berikut:

  1. Mandiri: mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
  2. Maju: tingkat kemakmuran yang tinggi disertai dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang mantap.
  3. Adil: tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antarindividu, gender, maupun wilayah.
  4. Makmur: seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.

Adapun tahapan dan skala prioritas utama adalah sebagai berikut:

  1. RPJM ke-1 (2005 – 2009)

Menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.

  1. RPJM ke-2 (2010 – 2014)

Lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

  1. RPJM ke-3 (2015 – 2019)

Lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.

  1. RPJM ke-4 (2020 – 2024)

Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.

Catatan dari RPJP dan RPJN adalah lemahnya Pemerintah dalam merumuskan RPJPN yang specific, measurable, attainable, realistic, and time bound. Dampaknya, selain yang telah disampaikan di bagian awal, dampak lainnya adalah potensi ketidaksinkronan kebijakan. Misalnya: terkait visi Mandiri dimana salah satunya adalah sektor pangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan produksi beras sepanjang 2018 sebesar 32,4 juta ton. Angka ini masih 31 persen di bawah target produksi Kementerian Pertanian sebesar 48 juta ton hingga akhir tahun. Namun di sisi lain, pemerintah justru mengambil kebijakan yang mengurangi produksi pangan dengan alih fungsi lahan.

Konsesi batubara mencakup 19 persen dari lahan pertanian padi di Indonesia yang sudah dipetakan, serta 23 persen dari lahan yang diidentifikasi mampu diolah untuk pertanian padi. Sebagian besar dari lahan yang diidentifikasi mampu dimanfaatkan untuk cocok tanam padi diokupasi oleh industri perhutanan dan perkebunan kelapa sawit. JATAM (2018) memperkirakan sekitar 1,7 juta ton beras per tahunhilang akibat pertambangan batubara. Selain itu, 6 juta ton produksi beras per tahun di tanah garapan terancam hilang per tahun.

Visi-misi diolah indah, seolah hadir di ruang hampa. Kedua paslon tidak menunjukkan kebijakan yang lebih jelas dalam membangun gagasannya dan mengatasi masalah yang kita hadapi sebagai sebuah bangsa.


IDEOLOGI, VISI, MISI PARTAI POLITIK


Dalam penyusunan visi-misi capres-cawapres, ideologi partai pengusungnya, juga seharusnya menjadi pertimbangan. Partai pengusung paslon 01 terdiri dari PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PSI, Perindo, PKPI, PPP, PKB, dan PBB. Sementara paslon 02 didukung oleh Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Berkarya.

Bagaimana visi-misi dapat disusun secara komprehensif sebagai satu kesatuan sistem gagasan dan nilai, jika terdiri dari partai-partai pengusung yang secara ideologi dan nilai, memiliki perbedaan? Misalnya, terjadi pada PSI dan PPP mengenai perda-perda syariah.

Para timses sibuk mengumbar sensasi pada hal-hal yang tidak substansi, berdebat pada satu istilah, berebut doa ulama, dan memproduksi sentimen SARA sebagai basis politik enumeratif.  Dampaknya, masyarakat terpecah belah, padahal di daerah-daerah, partai-partai ini saling berkoalisi. Misalnya, di Pilkada Tahun 2018, di Papua, ada dua pasang kandidat yang ditetapkan. Pertama, Lukas Enembe-Klemen Tinal yang didukung sepuluh partai, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Nasdem, Partai Hanura, PKB, PKPI, PAN, PKS, PPP, dan PBB. Sementara Pasangan kedua, John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suawe, didukung PDIP, Partai Gerindra, dan Partai Perindo.

Di Pilkada Maluku, pasangan Said Assagaff – Anderias Rentanubun, didukung oleh Partai Golkar, PKS, dan Partai Demokrat. Sementara Murad Ismail – Barnabas Orno didukung oleh PDIP, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Hanura, PKB, PPP, dan PAN.

Di Pilkada Kalimantan Barat, pasangan Karolin-Gidot diusung PDI-P, Demorat, dan PKPI. Pasangan Sutarmidji-Ria Norsan diusung Golkar, Nasdem, PKB, PKS, dan Hanura. Sementara pasangan Milton Crosby-Boyman Harun yang diusung Gerindra dan PAN. Secara keseluruhan, berikut ini koalisi partai yang kerap diindentikkan sebagai “musuh” pada Pilkada Serentak 2018.

NO KOALISI JUMLAH
1 PDIP – Gerindra 48 daerah (5 Provinsi, 37 Kabupaten, 6 Kota)
2 PDIP – PKS 33 daerah (3 Provinsi, 24 Kabupaten, 6 Kota)
3 PDIP – Gerindra – PKS 21 daerah (2 Provinsi, 16 Kabupaten, 3 Kota)

Dengan kondisi di atas, bagaimana mereka bisa meyakinkan rakyat tentang ideologi dan konsistensi mereka.


ANALISIS KONDISI UMUM


Analisis kondisi umum sebenarnya tertera pada RPJPN 2005 – 2025 dan RPJMN 2014 – 2019. Namun seiring perkembangan kondisi nasional dan global, maka diperlukan analisis terbaru dari partai politik untuk menyusun visi-misi capres-cawapres.  Dalam visi-misinya, Paslon 01 dan 02 tidak mencantumkan hal tersebut.

Paslon 02 hanya mencantumkan sejumlah masalah terkait pangan, air, manusia, dan pemerintahan, tetapi tidak mendalam menganalisa persoalan mendasar dimana kapitalisme merusak sistem politik ekonomi dan sosial, yang diperparah dengan rendahnya posisi Indonesia dalam konstelasi global. Pada faktanya, posisi Indonesia saat ini adalah negara pengekor. Itulah yang menyebabkan Indonesia tidak bisa berbuat banyak dalam konteks global bahkan bilateral sekalipun. Sebagai contoh, terkait pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah China pada Muslim Uighur, pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat banyak, karena ketergantungan Indonesia terhadap China sangat tinggi.

Berdasarkan data BPS, China memang masih menjadi mitra dagang utama produk ekspor domestik. Sepanjang tahun 2017, pangsa pasar ekspor non migas ke negeri Tirai Bambu tersebut mencapai US$ 21,32 miliar atau 13,94% dari pangsa pasar ekspor. Angka tersebut, meningkat dibandingkan periode sama tahun 2016 yang hanya tercatat sebesar US$ 15,12 miliar atau sekitar 11,45% dari pangsa ekspor. Meski demikian, sepanjang tahun lalu China juga masih menjadi pangsa pasar utama impor non migas. Pada tahun lalu, impor non migas dari Tiongkok mencapai US$ 35,52 miliar atau sekitar 26,79% dari pangsa pasar impor non migas domestik. Posisi tersebut, menempatkan negara tersebut menjadi pangsa pasar utama impor domestik. Ketidakseimbangan tersebut, akhirnya membuat neraca perdagangan non migas Indonesia selama 2017 masih mengalami defisit sekitar -14,20%.[6]

Meningkatnya ketergantungan ekonomi terhadap China dikhawatirkan juga akan mempengaruhi iklim perpolitikan di tanah air. Meroketnya nilai investasi yang terjadi secara prematur akan berkelindan dengan strukturpolitik yang pada akhirnya berujung pada menguatnya patronase antara pebisnis China dengan partai penguasa. Mereka yang berkepentingan akan berusaha memastikan agar kerja sama investasi yang dilakukan tersebut terus berlanjut sehingga akan melakukan apa saja untuk menjamin keberlanjutan pemerintah yang berkuasa. Ini bukan isapan jempol belaka. Sejarah membuktikan, tahun 1996 lalu, miliuner asal China, Ng Lap Seng ditangkap karena memberikan donasi illegal dalam jumlah besar kepada Bill Clinton untuk memenangkan pemilu. Penyelidikan menunjukkan adanya keterlibatan Pemerintah China dalam pendanaan kampanye Bill Clinton tersebut.[7]  Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan memperhatikan visi-misi, baik substansi, situasi yang mengitarinya, rentang waktu kuasa, maka kemungkinan besar tidak ada perbaikan berarti bagi kondisi dan posisi Indonesia yang terjajah oleh kapitalisme global. Jangankan visi-misi capres-cawapres, RPJPN yang berbentuk UU dan RPJMN yang berbentuk Peraturan Presiden saja, ternyata tidak dapat tercapai. Padahal, di dokumen itu ada setumpuk analisa. Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8 persen pada tahun 2019. Tapi sejauh ini hanya mampu mencapai 5,1 persen.

Materi muatan visi-misi para paslon yang dangkal seperti sekarang ini (kaya cita-cita, tapi tak jelas cara) membuat kita sulit berharap hadirnya perubahan. Alhasil, kita akan selalu disibukkan dengan agenda rutin pesta demokrasi yang berbiaya mahal dan memicu disharmoni sosial, terkeruknya sumber daya alam dan keuangan negara karena modus elit untuk biaya politik, baik legal maupun illegal. Kita selalu dipaksa berpikir minimalis bahwa Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik tetapi untuk memilih yang sedikit keburukannya. Narasi ini diulang di setiap Pemilu. Padahal kita sesungguhnya bisa membuatnya lebih baik. Salah satu caranya, mengatur kewajiban kandidat untuk menyusun format visi-misi layaknya draft RPJMN (bisa dalam UU Pemilu atau PKPU). Semoga dengan begitu, mereka lebih serius menawarkan diri dalam proses kandidasi.


Penulis: Arbain (Disadur dari blog Penulis: arbaien.wordpress.com dengan perubahan judul)


[1] Attip Latippulhayat, “State Control and Privatisation of the Indonesian Telecommunications Industry : From Ownership to Regulation”, unpublished Ph.D Thesis, Monash University Melbourne, 2007, hlm.12

[2] Ibid, hlm.12.

[3] Ibid, hlm. 11

[4] ibid

[5] Putusan MK atas Permohonan Perkara /PUU-I/2003

[6] https://www.cnbcindonesia.com/news/20180115143543-4-1498/ini-bukti-indonesia-masih-bergantung-pada-china

[7] https://www.rmol.co/read/2017/01/27/278326/Kolonialisme-Ekonomi-China-Di-Tanah-Indonesia-

Share your thoughts