Prolegnas 2015 -2019 DPR Harus Bersinergis dengan Program Pemerintah
JAKARTA—Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Hanafi mengeluhkan rendahnya kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Berdasarkan catatan IPC dalam program legislasi nasional (Prolegnas 2015- 2019) DPR tersebut penetapannya kurang terencana dengan baik.
Hal tersebut, dikatakan Hanafi dalam diskusi ‘Evaluasi Prolegnas 2016 dan Proyeksi Legislasi 2017’ di Press Room, Gedung Nusantara III, Selasa (24/1/2017).
Dari target program legislasi nasional jangka menengah periode 2014-2019 sebanyak 183 Rancangan Undang-undang (RUU), DPR RI sudah menyelesaikan 14 RUU (diluar RUU kumulatif terbuka) sampai dengan 2016. Mengacu pada jumlah tersebut artinya ada 169 RUU yang perlu diselesaikan dari 2017 hingga 2019 mendatang.
Sementara, kata Hanafi, masa efektif untuk legislasi selama 2017-2019 hanya 152 hari. diketahui DPR RI telah menetapkan 2 hari legislasi dalam satu pekan. Artinya dalam 1 bulan ada 8 hari legislasi. masa bakti DPR periode ini tersisa januari 2017 sampa dengan September 2019. Tahun 2017 dan 2018 ada lima kali reses, sedangkan pada 2019 kemungkinan hanya 4 kali reses.
“Bagaimana menyelesaikan 169 RUU dalam 152 hari, berkaca pada kemampuan legislasi pada periode sebelumnya, maka kemungkinan besar target Prolegnas periode 2014 – 2019 ini tidak tercapai. Ini menunjukkan bahwa Prolegnas jangka menengah tersebut kurang matang, terpadu dan sistematis,” kata Hanafi khawatir.
Untuk itu, dirinya meminta kepada DPR agar relevansi dan urgensi sejumlah RUU perlu ditinjau ulang, selain cukup ambisius menetapkan target. RUU pada Prolegnas 2014- 2019 juga ditinjau dalam hal kelayakan sebagai materi muatan Undang-undang (UU), dan urgensi kebutuhan hukum.
“Jika, UU dihasilkan DPR periode ini tahun ini tidak serius memperhatikan hal tersebut, tidak tertutup kemungkinan UU yang dihasilkan akan segera masuk dalam daftar RUU perubahan pada periode berikutnya,” tegas Hanafi.
Menanggapi paparan tersebut, anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa pihaknya sangat mau memberikan hasil kerja yang maksimal. Hanya saja untuk mencapai itu semua dibutuhkan sarana pendukung serta tugas kedewanan harus diperbaiki.
“Masalahnya di supporting sistem anggota DPR juga harus bertanggungjawab, disamping bertanggung jawab di daerah pemilihan (Dapil) memperjuangkan aspirasi di daerah, supporting sistem itulah yang menjadi penting,” kata Misbhakun.
Selain itu, menurut Misbhakun, untuk tudingan yang menyebutkan bahwa anggota DPR belum mampu membuktikan kerja maksimal semestinya harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Sehingga, tidak terbentuk opini miring di kalangan masyarakat bahwa dewan tidak mampu mewakili kepentingan rakyat.
“Salah satu contoh rendahnya yakni saat kita mau rapat (Raker) tapi mitra kerja tidak datang. Nah juga dampaknya negatif,” ujarnya.
Misbakhun menjelaskan, dalam melahirkan suatu undang-undang pihaknya harus betul-betul yakin produk legislasi tersebut berpihak pada kepentingan masyarakat republik Indonesia. sebagai contoh, RUU perkelapasawitan. Ini kan komoditas Indonesia yang sudah mendunia. Tetapi faktanya terjadi persaingan di pasar minyak dunia, khususnya bagi produsen minyak jagung maupun minyak kedelai.
Kita, lanjutnya, harus berpihak pada kepentingan bangsa, begitu juga terhadap RUU pertembakauan, mesti memilih berpihak kepada kepantingan petani tembakau.
“Sekali lagi itu semua dibutuhkan sarana pendukung kedewanan,” ujarnya.
Sementara, Anggota Baleg DPR RI, Arif Wibowo menekankan bahwa setiap masing-masing fraksi juga harus tentu mempunyai prioritas dalam menjalankan politik legislasi di DPR. Untuk itu, program legislasi nasional (Prolegnas) harus benar benar bersinergis dengan rencana pembangunan nasional dan program kerja pemerintah tahunan.
“Saya kira ini yang tidak pernah kita tuntaskan secara mendalam sampai pada satu kesepakatan, misalnya sejak awal periode 2014 – 2019 ini harusnya yang dibicarakan adalah bagaimana kita menterjemahkan rencana pembangunan jangka menengah nasional sesuai visi presiden terpilih dalam konteks politik legislasi. Di situlah baru kemudian kita bisa tahu kebutuhan hukum seperti apa dalam soal pembentukan UU yang disiapkan, tidak hanya payung hukum tapi untuk mengakselerasi pembangunan itu bisa mencapai hasilnya,” paparnya.
Link: https://www.cendananews.com/2017/01/prolegnas-2015-2019-dpr-harus-bersinergis-dengan-program-pemerintah.html